HAK LANGGEH DALAM PROSES JUAL BELI TANAH PADA MASYARAKAT DI ACEH
Kata Kunci:
Hak Langgeh dalam Proses Jual Beli TanahAbstrak
Hak langggeh (Suf’ah) merupakan hak untuk menghalangi atau membatalkan suatu transaksi jual beli tanah yang dipraktekkan dalam kehidupan masayarakat adat di Aceh, bila tanah ini dijual kepada pihak asing atau masyarakat diluar komunitas adat dimana tanah itu berada.Hikmah disyari’atkan hak langgeh (syuf’ah) adalah untuk menghindari bahaya dan pertengkaran yang mungkin sekali timbul. Hal itu, karena hak milik syarfi’i terhadap harta yang dijual yang hendak dibeli oleh orang lain menolak adanya mudharat yang mungkin timbul dari orang lain tersebut. Iman Syafi’i lebih memilih bahwa bahaya tersebut adalah bahaya biaya pembagian, peralatan baru dan sebagainya. Ada yang mengatakan bahwa bahaya tersebut adalah bahaya tidak baiknya persekutuan dan silaturahmi. Ibnul Qayyim berkata, “Diantara keindahan syar’at, keadilannya dan berusaha menegakkan maslahat hamba adalah mengadakan syuf’ah. Karena hikmah syar’i menghendaki dihilangkan mudharat dari kaum mukhallaf semampu mungkin. Oleh karen aserikat (bersekutu) itu biasanya sumber mudharat, maka dihilangkanlah mudharat itu dengan dibagikan atau dengan syuf’ah. Jika ia ingin menjual bagiannya dan mengambil ganti, maka kawan serikatnya itulah yang lebih berhak dari pada orang lain, dapat menghilangkan mudharat dari serikat itu dan tidak merugikan penjula, karena akan menghubungkan kepada haknya berupa bayaran. Oleh karena itu, syuf’ah termasuk diantara keadilan yang sangat besar dan hukum terbaik yang sejalan dengan akal, fitrah dan maslahat hamba.”Pada dasarnya rata-rata kepala keluarga dari sampel yang dilakukan paham akan adanya hak langgeh (syuf’ah) yang tumbuh dan berkembnag dalam tatarah hukum adat masyarakat Aceh khususnya di Kota Langsa, namun mereka tidak mengerti akan istilah “Hak Langgeh” nya, yang masyarakat ketahui kebanyakan hanya pengertian dari hak langgeh (syuf’ah) tersebut yaitu hak untuk membeli terlebih dahulu tanah dari ketiga unsur masyarakat yaitu saudara, tetangga, dan sesama naggota masyarakat. Namun masyarakat masih kurang mengetahui akan adanya peradilan adat dan peradilan Mahkamah Syari’ah terkait akan sengketa hak langgeh tersebut. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui tentang penyelesaian sengketa hak langgeh pada peradilan adat saja, tanpa mengetahui adanya pilihan penyelaesaian sengketa melalui jalur Mahkamah Syari’ah.