Riba Dan Dampak Buruknya Terhadap Pribadi, Sosial Dan Perekonomian Negara
DOI:
https://doi.org/10.51179/ltr2.v7i3.2107Abstrak
Kajian mengenai riba senantiasa menjadi diskursus hangat dalam ilmu ekonomi Islam. Riba adalah kegiatan ekonomi yang dilarang oleh Al-Qur’an. Secara kronologis, pelarangan itu sudah digariskan dengan jelas. Di sisi lain, bunga bank yang menjadi salah satu pilar keberadaan lembaga keuangan dinilai identik dengan riba. Lembaga keuangan telah menjadi pilar pertumbuhan ekonomi. Persoalannya mengapa al-Qur’an melarang riba, padahal berbagai kegiatan ekonomi ‘membutuhkan’ adanya bunga yang identik dengan riba. Hal ini terlihat dari pembahasan mengenai riba yang senantiasa mewarnai konstalasi pemikiran umat Islam dan perdebatannya hampir tidak menemukan titik temu. Perdebatan pemikiran mengenai riba dan bunga bank menunjukkan bahwa persoalan riba sebenarnya sangat terkait erat dengan masalah uang. Evolusi konsep riba ke bunga tidak lepas dari perkembangan Lembaga keuangan. Untuk itu, tulisan ini mencermati dan menganalisis persoalan riba dalam perspektif keuangan Islam, dan di akhir tulisan ini menawarkan system profit-loss sharing sebagai solusi alternatif pengganti sistem bunga dalam system perekonomian Islam. Studi ini menemukan dua temuan. Pertama, pelarangan riba dalam al-Qur’an telah mendahului bentuk-bentuk larangan lain yang lebih tidak dapat ditolerir secara moral yang berdampak luas pada kerugian besar di masyarakat. Di sisi lain Al-Qur’an sangat menganjurkan masyarakat Makkah untuk membantu fakir miskin dan anak yatim di sekitarnya. Kedua, pelarangan riba dalam al-Qur’an memiliki relevansi dengan sektor riil ekonomi. Oleh karena itu, ekonomi berbasis riba dengan sendirinya akan mengabaikan underlying transaction yang menjadi basis sektor riil. Akibatnya para investor (kapitalis) pasti beruntung sedangkan pengelola uang/pengusaha masih belum ada kejelasan, sehingga posisinya timpang, timpang. Sistem ekonomi ribawi dapat menimbulkan kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia secara terus-menerus.
Unduhan
Referensi
Al-Qurannul Karim,
Al Mughni 6/52, Fathul Qadir 1/294 and Sunnah, dinukil dari Ar Ribaa Adraruhu wa Atsaruhu fii Dlauil Kitabi was.
Dr. Sa’id bin Wahf Al Qahthani. Ar Riba Adlraruhu wa Atsaruhu fii Dlauil Kitabi was Sunnah.
Fathul Baari. 6/362
Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 10.
Fiqhus Sunnah, 3/131-132.
HR. Abu Dawud nomor 4942, Tirmidzi nomor 1923 dan hadits ini dishahihkan oleh al ‘Allamah Al Albani dalam Shahih Tirmidzi, 2/180.
HR. Ahmad 5/225. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “Sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat syaikhain.” Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah 2/29 nomor 1033.
HR. Al Hakim 2/37, beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Ghayatul Maram fii Takhrij Ahaditsil Halal wal Haram hal. 203 nomor 344.
HR. Bukhari-Al Fath 4/296 nomor and 2083, 4/313 nomor. 2059
HR. Bukhari 3/11 nomor 2085.
HR. Muslim Nomor 2995.
Injil Lukas pasal 6 ayat and 3/131, dinukil dari Fiqhus Sunnah, h.34-35.
Majalah As Sunnah edisi 3 tahun VII
Safarul Khuruj pasal 22 ayat and 3/130, dinukil dari Fiqhus Sunnah,
Syarh An Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 11/8, Fathul Baari 4/312.
Taudhihul Ahkam, 4/367.
File Tambahan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2023 Fuadi
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.